BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di
dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung
akibat penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar
mengajar yang baik adalah proses belajar yang dapat mengena pada sasaran
melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu sangatlah diperlukan keaktifan
guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik tersebut.
Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam membawa
siswa menuju target yang diinginkan secara tepat. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi dasar dalam belajar
mengajar. Strategi itu adalah:
1.
Mengidentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan
tingkah laku dan kepribadian siswa seperti yang diharapkan,
2.
Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat.
3.
Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam
melaksanakan pembelajaran.
4.
Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya dijadikan umpan balik
untuk kepentingan kegiatan pembelajaran.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan
yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian
memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik
adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks
ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka
sendiri.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruk
bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang
berpusat pada siswa (student center).
Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini
guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa,
melainkan siswalah yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud teori
Kontruktivisme ?
2. Bagaimana teori
pembelajaran kontruktivisme ?
3. Siapakah peletak dasar
teori kontruktivisme ?
4. Bagaimana Prinsip –
prinsip kontruktivisme ?
5.
Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran ?
6. B agaimana Kontruktivistik dalam
Pembelajaran ?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Mengetahui pengertian teori kontruktivisme
2. Mengetahui teori
pembelajaran kontruktivisme
3. Mengetahui peletak
dasar teori kontruktivisme
4. Mengetahui Prinsip –
prinsip kontruktivisme
5. Mengetahui Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran
6. Mengetahui kontruktivistik dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori
Kontruktivisme.
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu
terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu
sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya. Menurut
konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi
dikontruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu tidak bersifat statis akan
tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang melihat dan mengkontruksinya.[1]
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori
konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar
adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan
menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan
yang ada dan merevisinya bila perlu[2]
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Demikian ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar
konstruktivisme yang lahir dari gagasan Pieget dan vigotsky
B. Teori Belajar Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik
bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan Vigotsky berpendapat bahwa
perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami
sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
informasi-informasi baru. Keduanya menekankan adanya hakekat sosial dari
belajar. Pembelajaran kooperatif, berbasis kegiatan dan penemuan
merupakan pilihan yang sesuai untuk pembelajaran. Hakekat dari teori
konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara individu menemukan dan
menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain apabila mereka
harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Siswa berperan aktif dalam
pembelajaran, sedangkan guru adalah membantu membuat kondisi yang memungkinkan
siswa untuk secara mandiri menemukan fakta, konsep atau prinsip.
Konstruktivistik adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Guru bukanlah pemberi informasi, dan jawaban atas semua masalah yang terjadi di
kelas.[3] Konstruktivistik juga memberikan arah yang jelas bahwa
kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya menemukan pengetahuan,
konsep, kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan
informasi atau fakta saja”.[4]
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan)
dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer
dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri
tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses
kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu
keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.
Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara
aktif dan terus-menerus.
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.[5]
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:[6]
1.
Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada
sebelumnya.
2.
Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
3.
Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan
pengalaman.
4.
Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui
berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau
bekerja sama dengan orang lain.
5.
Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian
harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
a.
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
b.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
c.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara
lengkap.
d.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana
belajar itu.
C. Peletak Dasar Paham Konstruktivistik
Ahli psikologi Eropa Jean Piaget
dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika Jerome Bruner merupakan tokoh
dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka merupakan peletak dasar paham
konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam bidang psikologi dan
perkembangan intelektual anak.
Jean Piaget adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami bagaimana
anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual.
Piaget menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus
menerus dan berusaha memahami dunia sekitarnya.
Lebih lanjut Piaget mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif
terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka
sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan
berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa
mereka membangun dan memodivikasi pengetahuan awal mereka.
Vygotsky adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya perkembangan intelektual
anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang. Mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman ini. Dalam upaya
mendapatkan pengalaman baru, Individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan membangun pengertian baru.
Jerome Bruner adalah seorang
ahli psikologi Harvard. Jerome Bruner dan koleganya mengemukakan teori pendukung
penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran penemuan. Pembelajaran
penemuan adalah suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa
memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif
terlibat dalam proses pembelajarannya terjadi melalui penemuan pribadi. Menurut
Bruner bahwa menemukan sesuatu oleh murid memakan waktu yang lebih banyak, apa
yang dapat diajarkan dalam waktu 30 menit, mungkin memerlukan 4-5 jam, yakni
merumuskan masalah, merencanakan cara memecahkannya, melakukan percobaan,
membuat kesalahan, berpikir untuk mengatasinya, dan akhirnya menemukan
penyelesaiannya tak ternilai harganya bagi cara belajar selanjutnya atas
kemampuan sendiri.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan dan sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free Discovery Learning”, Bruner
mengatakan bahwa: “Proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya”[7]
D. Prinsip-Prinsip Konstruktivistik
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam
belajar mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke
murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus,
sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama
pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan
siswa.
Dari prinsip-prinsip tersebut di
atas hanya terdapat satu prinsip yang
paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu
proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat
bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa
agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya
dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
E. Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran
Pendekatan konstruktivisme mementingkan pengembangan lingkungan belajar
yang meningkatkan pembentukan pengertian dari prespektif ganda, dan informasi
yang efektif atau control eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa sswa
yang ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru perlu melalukan
hal-hal berikut: menyajikan masalah-masalah actual kepada siswa dalam konteks
yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, pembelajaran distruktur di
sekitar konsep-konsep primer, member dorongan kepada siswa untuk mengajukan
pertanyaan sendiri, memberikan siswa untuk menemukan jawabann dari pertanyaan
sendiri, memberanikan siswa mengemumakan pandapat dan menghargai sudut
pandangnya, menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok, dan menilai proses dan
hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran.
Pembelajaran konstruktivisme merupakan belajar artikulasi. Belajar
artikulasi merupakan proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi.
Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran terbagi menjadi beberapa fase,
yaitu :[8]
1.
Orientasi, merupakan fase untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik,
memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topic materi pembelajaran
2.
Elicitasi, merupakan fase membantu
peserta didikmeggali ide-ide yang dimilikinya dengan member kesempatan kepada
peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide
mereka.
3.
Restruksi ide, dalam hal ini peserta
didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide
orang lain
4.
Aplikasi ide, dalam fase ini, idea
tau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada
bermacam-macam situasi yang dihadapi.
5.
Reviu, dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan
pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya
dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih
lengkap.
F. Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini
merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ideide baru dengan kerangka
berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk
pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses
pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat
menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu
proses belajar.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut
akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.[9]
Kegiatan belajar dalam kelas
konstruktivis adalah seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan
persoalan, namun mempresentasikan masalah dan meng’encourage’ (mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri
dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba
untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru
mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling
tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal
siswa.
Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran, merupakan penerapan
pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja
dalam kelompok, untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok
sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling mengemukakan dan
meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka
sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya
mereka; metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh
siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk
seluruh siswa.
Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi
antara dua orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling
membutuhkan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang mungkin timbul,
sehingga mereka yang terlibat didalamnya mempunyai keberanian dalam memecahkan
suatu permasalahan bahkan akan lebih mudah dipecahkan .Pembelajaran
konstruktivistik meliputi empat tahapan yaitu:
1. Apersepsi, Pada tahap ini
dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat.
Misalnya: mengapa baling-baling dapat berputar?
2. Eksplorasi, Pada tahap ini siswa
mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipelajari. Kemudian siswa
menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan
sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda
langsung.
3.
Diskusi dan Penjelasan Konsep, Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan temuannya,
pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa
membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok
lain serta memotivasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut
melalui kegiatan tanya jawab.
4. Pengembangan dan Aplikasi, Pada tahap ini guru
memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat
kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang
telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan.
1. Kontruktivisme
adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek
semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap
setiap objek yang di amatinya.
2. Teori belajar
konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan Vigotsky
berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang
telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam
upaya memahami informasi-informasi baru. Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara
individu menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi
lain apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
3. Peletak dasar teori
pembelajaran kontrotivisme adalah Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev
Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika Jerome Bruner merupakan tokoh dalam
pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya
bertahun-tahun dalam bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak.
4. Prinsip – prinsip teori rekontroktivime diantaranya :
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke
murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
c. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus,
sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama
pentingnya sebuah pertanyaan
5. Implikasi teori kontroktivisme
diantaranya, Orientasi, elisitasi, restruksi ide, Aplikasi ide, riviu.
6. Apersepsi, Eksplorasi, Diskusi dan Penjelasan Konsep Pengembangan dan Aplikasi, Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial,
kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan
pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui
pengerjaan tugas.
DAFTAR
PUSTAKA
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.
Budiningsih,
C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya,
Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Prenada Media Group.
----------- 2005. Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis
kompetensi. Jakarta: Kencana
Suprijono,
Agus. 2011. Cooperative Learning Teori
dan Aplkasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Trianto.
2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam
Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka
Trianto. 2010.
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana.
Yulaelawati,
E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya.
TEORI KONTRUKTIVISME
MAKALAH
Di Susun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah ”Pengembangan Teori Dan Model Pembelajaran
PAI”
Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Sulistyorini,
M.Ag

Oleh :
Imam Hazali 17561440051
PROGRAM PASCA
SARJANA
STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
Juni 2015
[1] Winasanjaya, Pembelajaran dalam implementasi
kurikulum berbasis kompetensi (Jakarta:KENCANA,2005), hlm. 118.
[2]Rusman, Model-Model
Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2 (Jakarta:
Rajawali Press, 2012), 201.
[3]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008) hlm. 264
[5] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010) hlm. 113
[6] Yulaelawati E, Kurikulum dan Pembelajaran:
Filosofi, Teori dan Aplikasi,( Jakarta: Pakar Raya, 2004) hlm. 54
[8]Suprijono,
Agus, Cooperative Learning Teori dan
Aplkasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar