Senin, 25 Januari 2016

MAKALAH TEORI KONSTRUKTIVISME

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar yang dapat mengena pada sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik tersebut.
Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam membawa siswa menuju target yang diinginkan secara tepat. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar. Strategi itu adalah:
1.         Mengidentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa seperti yang diharapkan,
2.         Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3.         Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
4.         Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya dijadikan umpan balik untuk kepentingan kegiatan pembelajaran.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruk bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud teori  Kontruktivisme ?
2.      Bagaimana teori pembelajaran  kontruktivisme ?
3.      Siapakah peletak dasar teori  kontruktivisme ?
4.      Bagaimana Prinsip – prinsip kontruktivisme ?
5.      Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran ?
6.      B agaimana Kontruktivistik dalam Pembelajaran ?

C.      TUJUAN PEMBAHASAN
1.       Mengetahui pengertian teori  kontruktivisme
2.      Mengetahui teori pembelajaran  kontruktivisme
3.      Mengetahui peletak dasar teori  kontruktivisme
4.      Mengetahui Prinsip – prinsip  kontruktivisme
5.      Mengetahui Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran
6.      Mengetahui  kontruktivistik dalam pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Teori Kontruktivisme.

Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang melihat dan mengkontruksinya.[1]
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu[2]
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai  pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Demikian ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Pieget dan vigotsky
B.       Teori Belajar Konstruktivistik
   Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Keduanya menekankan adanya hakekat sosial dari belajar. Pembelajaran  kooperatif, berbasis kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang sesuai untuk pembelajaran. Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara individu menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Siswa berperan aktif dalam pembelajaran, sedangkan guru adalah membantu membuat kondisi yang memungkinkan siswa untuk secara mandiri menemukan fakta, konsep atau prinsip.
   Konstruktivistik adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Guru bukanlah pemberi informasi, dan jawaban atas semua masalah yang terjadi di kelas.[3] Konstruktivistik juga memberikan arah yang jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta saja”.[4]
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.  Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus.  
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.[5]  

Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:[6]
1.    Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
2.    Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
3.    Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.
4.    Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.
5.    Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.  
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
a.         Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
c.         Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
C.      Peletak Dasar Paham Konstruktivistik

   Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika Jerome Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak.
Jean Piaget adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus dan berusaha memahami dunia sekitarnya.
Lebih lanjut Piaget mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodivikasi pengetahuan awal mereka.
Vygotsky adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya perkembangan intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang. Mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pengalaman baru, Individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan membangun pengertian baru.
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard. Jerome Bruner dan koleganya mengemukakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan adalah suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajarannya terjadi melalui penemuan pribadi. Menurut Bruner bahwa menemukan sesuatu oleh murid memakan waktu yang lebih banyak, apa yang dapat diajarkan dalam waktu 30 menit, mungkin memerlukan 4-5 jam, yakni merumuskan masalah, merencanakan cara memecahkannya, melakukan percobaan, membuat kesalahan, berpikir untuk mengatasinya, dan akhirnya menemukan penyelesaiannya tak ternilai harganya bagi cara belajar selanjutnya atas kemampuan sendiri.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan hubungan dan sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free Discovery Learning”, Bruner mengatakan bahwa:  “Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya”[7]
D.      Prinsip-Prinsip Konstruktivistik
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1.    Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2.    Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3.    Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4.    Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5.    Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6.    Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7.    Mencari dan menilai pendapat siswa
8.    Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas hanya terdapat satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

E.       Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran
Pendekatan konstruktivisme mementingkan pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dari prespektif ganda, dan informasi yang efektif atau control eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa sswa yang ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru perlu melalukan hal-hal berikut: menyajikan masalah-masalah actual kepada siswa dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, pembelajaran distruktur di sekitar konsep-konsep primer, member dorongan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan sendiri, memberikan siswa untuk menemukan jawabann dari pertanyaan sendiri, memberanikan siswa mengemumakan pandapat dan menghargai sudut pandangnya, menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok, dan menilai proses dan hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran.
Pembelajaran konstruktivisme merupakan belajar artikulasi. Belajar artikulasi merupakan proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi. Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran terbagi menjadi beberapa fase, yaitu :[8]
1.         Orientasi, merupakan fase untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik, memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topic materi pembelajaran
2.          Elicitasi, merupakan fase membantu peserta didikmeggali ide-ide yang dimilikinya dengan member kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka.
3.          Restruksi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain
4.          Aplikasi ide, dalam fase ini, idea tau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi.
5.           Reviu, dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap. 

F.     Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ideide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.[9]  
Kegiatan belajar dalam kelas konstruktivis adalah seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan meng’encourage’ (mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran, merupakan penerapan pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok, untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling mengemukakan dan meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka; metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk seluruh siswa.
Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling membutuhkan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang mungkin timbul, sehingga mereka yang terlibat didalamnya mempunyai keberanian dalam memecahkan suatu permasalahan bahkan akan lebih mudah dipecahkan .Pembelajaran konstruktivistik meliputi empat tahapan yaitu:
1.    Apersepsi, Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya: mengapa baling-baling dapat berputar?
2.    Eksplorasi, Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipelajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
3.    Diskusi dan Penjelasan Konsep, Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan temuannya, pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotivasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
4.    Pengembangan dan Aplikasi, Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.















BAB III
PENUTUP

·         Kesimpulan.
1.    Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya.
2.    Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara individu menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
3.    Peletak dasar teori pembelajaran kontrotivisme adalah Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika Jerome Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak.
4.    Prinsip – prinsip teori rekontroktivime diantaranya :
a.    Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
b.    Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
c.    Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
d.   Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
e.    Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
f.     Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
5.    Implikasi teori kontroktivisme diantaranya, Orientasi, elisitasi, restruksi ide, Aplikasi ide, riviu.
6.    Apersepsi, Eksplorasi, Diskusi dan Penjelasan Konsep Pengembangan dan Aplikasi, Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.






















DAFTAR PUSTAKA


Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.
Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
----------- 2005. Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi. Jakarta: Kencana
Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplkasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.















TEORI KONTRUKTIVISME
MAKALAH
  Di Susun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah ”Pengembangan Teori Dan Model Pembelajaran PAI”
Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Sulistyorini, M.Ag


Oleh :
Imam Hazali            17561440051



                              PROGRAM PASCA SARJANA
                       STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
  INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
Juni 2015





[1] Winasanjaya, Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi (Jakarta:KENCANA,2005), hlm.  118.
[2]Rusman, Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2 (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 201.


[3]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008) hlm. 264
[4]Aunurrahman,  Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfa Beta, 2009) hlm. 28
[5] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010) hlm. 113
[6] Yulaelawati E, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi,( Jakarta: Pakar Raya, 2004) hlm. 54

[7] Budiningsih, C. A, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005) hlm. 43

[8]Suprijono, Agus, Cooperative Learning Teori dan Aplkasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 40

[9] Budiningsih, C. A, Belajar dan Pembelajaran,.....hlm. 59

Tidak ada komentar:

Posting Komentar